Lets think smart, i hope anyone else read my article today can think clearly and i hope the readers can read full article untill the end so we can discuss how we can make this country more wonderfull for ours tomorrow #SeriousModeOn.
Saya mengutip (baca: copas) tulisan dari om Pandji Pragiwaksono yang berada disini, seorang komedian terkenal di Indonesia tulisan beliau bagus bisa dijadikan inspirasi bagi kita semua dan semoga tulisan kali ini tidak menimbulkan keresahan kedepanya karena sejatinya saya seorang pelajar yang masih bisa dibilang “awam” untuk hal yang bersinggungan dengan agama.
Tulisan tersebut berjudul “Di tangan para pemeluknya…” kemudian saya ganti menjadi “Karena Agama, reputasinya, ada di tangan para pemeluknya” karena itulah yang ingin saya tekankan dalam article saya kali ini yang berbeda dari article-article saya yang lain yaitu penekanan kepada “Masyarakat”. Seperti yang kita ketahui belakangan ini, tiap tahun selalu pasti ada isu-isu yang berjudul terorisme dan seperti biasa beberapa media mengidentikan dengan Islam, bukan hanya media saja sebenernya yang mengidentikan dengan hal semacam itu tapi diri kita yang mengidentikan hal semacam itu. Agar lebih mengerti tentang apa yang saya maksudkan berikut saya copas langsung dari tulisan om Pandji Pragiwaksono seperti berikut.
*Now Read Article From Pandji Pragiwaksono
Islam, mungkin dibandingkan banyak agama lain, sekarang ini namanya relative tercoreng
“Berkat” kegiatan terorisme yang dikaitkan dengan agama, belakangan ini Islam identik dengan terorisme. Juga terutama di Indonesia, “berkat” poligami yang dilakukan dengan suka cita oleh beberapa pria berhasrat besar, memberi kesan Islam tidak memberikan hak imbang terhadap perempuan.
Sebagai orang Islam, tentu refleks saya menolak anggapan di atas, tapi pertanyaannya sekarang, kalau saya menolak, lalu argument saya apa?
Untuk anggapan pertama bahwa Islam identik dengan terorisme, saya cukup bertanya balik “Hitler agamanya apa?”
Jawabannya, Hitler dilahirkan dari keluarga Katolik yg taat. Tapi dalam bukunya Mein Kampf dia menyatakan keimanannya dan bahwa dia memeluk agama Kristen. Bahkan sebelum Perang Dunia, Hitler mendukung “Positive Christianity” sebuah gerakan pembersihan dari hal hal berbau yahudi, prinsip ini dia masukkan ke dalam filosofi Nazi. Pada akhirnya gereja gereja Kristen di Jerman menolak pendekatan Hitler dan membuat Hitler geram. Hitler kemudian menghilangkan segala kaitan terhadap gereja Kristen bahkan menghilangkan segala logo dan emblem dalam Nazi yang berkaitan dengan Kristiani. Namun karena sejarah Jerman yang lama dan dalam terhadap agama Kristen pada akhirnya Hitler tidak bisa menunjukkan penolakannya terhadap gereja gereja Kristen sebagaimana dia menunjukkan kebenciannya terhadap Yahudi. Sementara penolakannya terhadap Katolik cukup jelas. Dia melakukan terror kepada umat Katolik dan mencabut salib salib yang dipasang di tembok tembok sekolah untuk diganti dengan…….. wajah dia.
Pada akhirnya dia sempat melemparkan pernyataan “Penghapusan segala macam agama secepatnya setelah perang (dunia II) dimenangkan”
Pernahkah kita mendengar anggapan bahwa Kristen adalah agama yang jahat karena jadi dasar Hitler dalam memusnahkan Yahudi? Tentu tidak,
karena yang tidak bisa dihindari adalah intepretasi seseorang (atau bahkan banyak orang) terhadap apa yang ditulis dalam Kitab Suci.
Agamanya, tidak mungkin salah. Orangnya, bisa saja salah.
Namanya juga manusia.
Tapi, di sisi sebaliknya, namanya juga manusia, bisa saja sebuah agama yang terkesan tidak memiliki kesetaraan gender justru terbukti sebaliknya dalam praktek kesehariannya
Contoh, anggapan bahwa Islam tidak memberikan keseteraan gender kepada perempuan, jelas terbantahkan dalam praktek nyata.
Saya baca di “The Future Of Freedom”nya Fareed Zakaria, 4 negara dengan penduduk beragama Islam terbesar di dunia: Indonesia, Pakistan, Bangladesh, India (walaupun mayoritas Hindu tapi pemeluk agama Islamnya berjumlah 120.000.000 orang)
, sudah memiliki pemimpin perempuan. Indonesia punya Megawati, 3 negara lain tadi pernah punya Perdana Mentri perempuan. 4 negara dgn penduduk Islam terbesar di dunia, sudah memiliki pemimpin perempuan bahkan lebih dulu dari kebanyakan Negara Negara Barat.
Bahkan, Islam yang terkesan teokratis dan penuh dengan kediktatoran, ternyata dalam kenyataanya terbukti sebaliknya. 800.000.000 umat Islam di seluruh dunia, hidup di Negara Negara Demokrasi.
Ada 1.2 Milyar umat muslim di dunia dan mayoritas tidak merasakan anggapan bahwa Islam tidak pro Demokrasi.
Lalu, mengapa ada anggapan demikian?
Jawabannya, adalah karena dunia selalu menganggap, Islam adalah Arab.
Mungkin tanpa sadar, atau mungkin juga dunia sengaja melakukan itu.
Nah di sini masalahnya, banyak Negara Negara Timur Tengah, hidup di bawah kediktatoran. Tentu kita berharap Mesir setelah revolusi yang terjadi kemarin akan mengalami kemajuan. Kenyataannya, pemimpin baru mereka masih merupakan turunan dari Hosni Mubarak. Sekedar informasi, tidak ada aturan dalam konstitusi mereka mengenai pembatasan masa jabatan seorang Presiden. Cukup menggambarkan kondisi Demokrasi di sana.
Ada sebuah poin yang saya ingin bahas di sini, bahwa dunia bahkan kita di Indonesia selalu berkiblat ke Negara Negara Arab ketika berbicara tentang Islam.
Padahal, Negara Negara Arab punya masalah dengan penjaminan kebebasan kepada rakyatnya, keadilan, kesetaraan, demokrasi . Ini bisa dilihat lewat media apapun baik TV, Koran, Internet bahkan buku buku yang membahas topik topik berkaitan dengan hal ini.
Menjadi orang Islam yang baik, tidak harus menjadi orang Arab.
Betul, ketika kita berbicara Arab Saudi adalah bagian yang penting dalam agama Islam, terutama ketika kita bicara mengenai kota Mekkah. Namun harusnya, menurut saya dunia justru belajar dari Indonesia tentang bagaimana hidup berdampingan dengan damai.
Bayangkan India ketika lepas dari Inggris, mereka akhirnya pecah karena penduduk India beragama Islam pada saat itu, kuatir tidak akan mendapatkan keadilan dan kesetaraan. Akhirnya keluarlah mereka dan berdirilah Pakistan. Proses perpindahan penduduk muslim India menuju Pakistan adalah pemandangan yang sangat memilukan. Sambil berjalan beriringan mereka yang meninggalkan India menuju Pakistan dicemooh dan diejek. Bandingkan dengan Indonesia yang tidak harus mengalami hal serupa walaupun Islam mayoritas.
Ketika terjadi revolusi di Timur Tengah, banyak orang yang beranggapan bahwa Indonesia harus mengambil inspirasi dari mereka dan melakukan hal yang sama. Padahal menurut saya, Negara Negara itu justru meniru apa yang Indonesia lakukan di 1998. Kalau kita meniru kembali mereka, berarti kita melakukan sebuah kemunduran.
Mereka yang memperjuangkan Negara Islam di Indonesia akan mendidih darahnya membaca tulisan saya, karena saya berargumen kalau Negara Islam yang mereka cita citakan ini berkiblat kepada Negara Negara Timur Tengah, maka kita semua sama sama sudah tahu akan seperti apa jadinya. Rasanya, kita sama sama sepakat, kita tidak ingin hidup di Negara seperti itu.
Kalau mereka yang ingin mendirikan Negara Islam di Indonesia berkata mereka tidak mengacu ke Negara Negara Timur Tengah, lalu mengacu ke mana lagi? Kalau bukan mengacu ke Indonesia hari ini. Kita Negara dengan penduduk Islam terbesar di dunia. Demokrasi (walau masih sangat muda dan ringkih) sudah berjalan dan membawa Indonesia seperti hari ini. Sebuah Negara dengan ekonomi yang semakin gagah dan masyarakat yang semakin cerdas, terutama terhadap politik (yang pada prakteknya masih sangat terbelakang) Tentu, banyak ruang untuk perbaikan dan perkembangan, tidak ada yang bilang Indonesia adalah Negara yang sempurna, tapi mari bandingkan, setelah mengamati kehidupan masyarakata di negara negara timur tengah, tidakkah kita beruntung tinggal di Indonesia?
Kalau memang acuannya Indonesia, ya sudah lah biarkan Indonesia jadi Negara seperti hari ini.
We are already on the right track. We just have to stay the course.
Sebuah Agama, Agama apapun itu, tentu mengajarkan kebaikan
Mari jadi duta yang baik untuk Agama kita masing masing.
Karena Agama, reputasinya, ada di tangan para pemeluknya.
Tulisan yang berwarna biru menjadi judul pada tulisan saya kali ini, dan juga sebagai penutup tulisan saya kali ini. Semoga kita kedepanya bisa menjadi bangsa yang Mandiri mempunyai identitas sendiri, menjadi negara yang kokoh karena masyarakat satu dengan yang lain bisa menjadi saudara yang bernama “Indonesia”.