Penjara
“Ayah, apa setiap orang yang dipenjarakan itu mesti jahat?” Sang ayah terdiam. Setelah menghela nafas sejenak, ia beri jawaban.
“Tidak mesti, Nak. Kadang ada juga orang baik yang dipenjarakan orang-orang jahat,” lelaki itu berharap anaknya tidak lagi bertanya. Tapi harapannya pupus. Dengan berbinar, gadis kecil itu kembali ajukan pertanyaan.
“emangnya ada yang seperti itu, Ayah?”
“Kamu ingat kisah Nabi Yusuf, Nak?” gadis kecil itu mengangguk. Senyum yang melekat di bibirnya teramat indah. “Nabi Yusuf dipenjarakan. Apakah beliau salah? Tidak. Ia dianggap salah oleh penguasa. Sebenarnya ada banyak kisah lain, kelak kamu bisa membacanya sendiri.”
“Ceritakan Ayah! Ceritakan,” gadis cantik itu terus mendesak.
“Lain kali saja ya Ayah ceritakan. Ayah sebutkan saja nama-nama mereka. Orang-orang baik yang dipenjarakan penguasa jahat. Imam Ahmad bin Hambal dipenjara oleh tiga penguasa sekaligus: Al Makmun, Al Mu’tashim, dan Al-Watsiq. Padahal, beliau orang baik, salih, pintar, dan santun. Imam Abu Hanifah ditangkap penguasa jahat bernama Al Manshur. Ibnu Taimiyyah di penjara juga. Sayyid Quthub, orang baik, difitnah dan dipenjara juga. Soekarno pernah mendekam di penjara Suka Miskin. Apakah mereka salah? Orang jahat sezamannya mungkin menganggapnya demikian, tapi tidak dengan mereka yang baik. Salah menurut penguasa jahat, belum tentu salah menurut Allah, Nak.”
“Nak, di negeri sebelah, Malaysia, ada orang baik yang difitnah dan dipenjara: Anwar Ibrahim, namanya. Dituduh korupsi dan berbuat keji.” Sang ayah terdiam. Dia susah bercerita panjang. Kelak ia akan ceritakan kisah-kisah itu pada anaknya.
“Kenali orang baik dengan kebaikannya. Kasihi orang jahat dengan mendoakan kebaikan padanya, jangan malah menggunjingkannya,” ia tak berharap anaknya paham. Ia hanya berharap kelak anaknya masih mengingat kata-katanya, lalu berusaha merenunginya ketika telah dewasa.