Tulisan ini saya kutip langsung dari catatan beliau di https://www.facebook.com/notes/fazrol-rozi-bin-riduan/mahasiswa-berorganisasi-ok-tapi-wirausaha-lebih-mantap-part-1/10151705499614935 bisa dijadikan inspirasi bagi mahasiswa mahasiswa yg sedang dilema mengurus kerjaanya disela sela kuliah dan berakibat sering bolos kayak saya :hammer . Ada sisi positifnya juga, yuk semangat 😀
Meskipun saya belum menjadi seorang pengusaha. Sebagai seorang dosen, saya tetap ingin dan semangat mendorong mahasiswa, agar mereka menjadi seorang pengusaha. Meskipun melalui cerita-cerita orang yang saya kenal ataupun yang pernah saya baca, belum dari pengalaman sendiri. 😀
“berorganisasilah wahai mahasiswa ku yang baik hatinya….”
“Tapi jika ingin yang lebih baik, berwirausahalah.. Be entrepreneur..”
Yap, saya lebih merekomendasikan wirausaha berbanding berorganisasi.
Organisasi itu baik, tapi.. hmmm.. mari kita lihat keduanya.
Dalam berorganisasi, jiwa kepemimpinan kita diasah.
Dalam wirausaha juga demikian.
Hanya saja, dalam berwirausaha, salah memimpin, kita rugi. Jiwa kepemimpinan yang mentah, akan menghasilkan usaha yang tidak maju. Akhirnya, mau tidak mau, kita wajib terus dan terus mengasah jiwa kepemimpinan tersebut. Siapa juga yang mau rugi.
Dalam organisasi, kemampuan komunikasi akan lebih terlatih.
Wirausahapun sama.
Bedanya, ketika berwirausaha, mau tidak mau, kita akan banyak berkomunikasi, kebanyak orang dari berbagai kalangan. Sehingga skill komunikasi yang baik menjadi kewajiban yang harus terus diperbaiki.
Dalam organisasi, ada rapat.
Wirausaha juga ada kok.
Yang jelas, dalam wirausaha, rapat yang dilakukan erat kaitannya dengan keberlangsungan usaha yang kita lakukan. Untuk melihat perkembangan, kendala dan sebagainya. Kalau tidak rapat nanti bisa bangkrut. -_-
Intinya…
Setiap Wirausaha adalah organisasi.
Namun, belum tentu setiap organisasi adalah wirausaha.
Organisasi buat kegiatan, minta uang..
Wirausaha buat kegiatan, menghasilkan uang.. ~Fazrol Rozi
Daripada kalian datang kampus capek-capek trus tidak membawa apa-apa
Mending Pergi kampus capek-capek trus menghasilkan uang 😀 ~Fazrol Rozi
Perlu ditekankan, kampus adalah wadah penunda pengangguran. Tamat SMA atau sederajat, kita semua mendapat label sebagai pengangguran. Namun ketika masuk kampus, gelar itu berubah drastis berderajat-derajat, menjadi MAHASISWA.
Sayangnya, gelar pengangguran itu sebenarnya tidak hilang, hanya bersembunyi disebalik gemerlapnya dunia kampus. Selesai wisuda, kebanyakan alumni akan disibukkan dengan nasibnya yang ternyata telah menjadi penganggur.
Jika kita perhatikan, mungkin ungkapan dibawah bisa menggambarkan,
“Kampus tidak mempersiapkan mahasiswanya untuk menjadi BOS.
Kampus mempersiapkan mahasiswa untuk menjadi pekerja terdidik. Menjadi bawahan terpelajar”
Ini kasarnya, kenyataan tentunya tidak sekasar itu, itupun kalau si mahasiswa ngeh dengan keadaannya. Dan mampu melihat peluang-peluang yang sesungguhnya bergelimangan disekitarnya.
Bayangkan jika kita mulai berwirausaha ketika tahun 1 kuliah. Jika benar-benar serius, insyaAllah, selesai wisuda, kita tidak akan disibukkan dengan jargon “MENCARI LOWONGAN PEKERJAAN” melainkan dengan jargon yang jauh lebih elegan, “DIBUKA LOWONGAN PEKERJAAN”.
Teringat saya sebuah kisah, seorang teman yang bekerja paruh waktu, gaji pertamanya yang tak seberapa diberikan semua untuk orang tuanya. Ternyata, uang itu disimpan dibawah bantal, sangat dielu-elukan oleh sang orang tua beruntung tersebut. “Ini hasil jerih payah anakku..” Owh.. cerita ini selalu menyentuh saya.
Tapi, tentunya ini ada konsekuensinya. Di Drop Out misalnya. FB dan Microsoft contohnya, bukan karena tidak memiliki kemampuan, tapi karena mereka telah memiliki pekerjaan. Toh ijazah bisa nyusul kapan-kapan. Dan jangan garis bawahi DO nya tapi garis bawahi tebal-tebal WIRAUSAHAnya.
Atau konsekuensi lainnya, yaa.. samalah dengan mahasiswa-mahasiswa yang aktif lainnya. Tentunya waktu, tenaga, fikiran, perasaan dan lain-lain akan dikerahkan ekstra. Tapi tentunya semakin besar usaha semakin besar hasilnya. Dan kabar baiknya, InsyaAllah tenaga kalian cukup untuk melakukannya. 😀 Semangat…
“Sebaik-baik pekerjaan adalah pekerjaan seorang lelaki dengan tangannya dan setiap jual beli yang mabrur.” (HR. Ahmad, Al-Bazzar, Ath-Thabrani dan selainnya, dari Ibnu ‘Umar, Rafi’ bin Khudaij, Abu Burdah bin Niyar dan selainnya).
Salah satu alasan, mengapa ketika kuliah saya tidak begitu semangat untuk berwirausaha adalah. Kok semua dilakukan karena uang, seharusnyakan dengan ikhlas, Lilahita’ala. Akhirnya saya agak miring memandang rekan-rekan yang semangat berwirausaha, gaya mereka tidak masuk dengan prinsip saya kala itu.
Sekarang saya baru sadar. ada yang miss dengan prinsip saya tersebut. Mari kita coba lihat hal-hal yang mendasar.
Sholat misalnya, ibadah yang paling utama dalam islam. Sholat disunahkan untuk berpakaian yang bagus, memakai wewangian dan bersiwak. Belum lagi kelayakan tempat sholat serta kebersihannya. Tentunya kita tidak mengharapkan malaikat turun lalu memberikan semua itu. Ini pakaian, ini parfum, ini siwak, ini masjid. Waah.. tidak tidak tidak. Kita diperintahkan untuk berusaha agar mendapatkan itu.
Lalu zakat, sudah sangat jelas, zakat itu berhubungan dengan harta. Kalau mau zakat, ya punya harta dulu. Juga untuk ibadah haji. Biaya haji saat ini sudah lebih dari 30 juta. Tentunya kita harus usaha untuk mendapatkannya kan. Dan yang dicontohkan oleh Rasul dan para sahabat, salah satunya dengan berwirausaha.
Dan puncak ibadah dalam islam adalah jihad. Jihad dilakukan dengan dua cara, jihad dengan jiwa dan jihad dengan harta.
Ini semua adalah hal-hal yang sangat mendasar.
Terkadang saya iri melihat rekan saya yang telah berwirausaha, melalui usahanya, Allah menitipkan rezeki orang lain. Atau melihat para pengusaha yang dengan hartanya ia membantu fakir miskin, membangun rumah sakit, membangun rumah tahfidz, membangun sekolah dan banyak lagi.
yaa… Ada banyak alasan untuk berwirausaha agar tetap Lillahita’ala.
Dikampus, saat ini kami berusaha, semoga Allah memudahkannya, untuk merubah trend. Dari mahasiswa bermental proposal, kepada mahasiswa yang mandiri.
Maksudnya, yaaa… contohnya lah, setiap saya bertanya kepada mahasiswa, “apa kegiatan selanjutnya?” Sering saya temui jawaban, “Susah pak, dana nya tidak ada…” atau “susah pak, sponsor tidak ada..” atau “susah pak kampus tidak mau ngasi dana..”
Sebegitunyakah… Semoga untuk kedepan, mahasiswa tidak lagi menebar-nebar proposal meminta bantuan. Sehingga terbentuklah sosok sosok mandiri yang siap untuk membangun bangsa ini. Tetap Semangat. 😀
“Sesungguhnya sebaik-baik penghasilan ialah penghasilan para pedagang yang mana apabila berbicara tidak bohong, apabila diberi amanah tidak khianat, apabila berjanji tidak mengingkarinya, apabila membeli tidak mencela, apabila menjual tidak berlebihan (dalam menaikkan harga), apabila berhutang tidak menunda-nunda pelunasan dan apabila menagih hutang tidak memperberat orang yang sedang kesulitan.” (Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi di dalam Syu’abul Iman, Bab Hifzhu Al-Lisan IV/221)
thanks brother sharingnya