Kurangi Nonton Sinetron

sinetronby Randy Mukti
“Kurangi Nonton Sinetron” adalah judul yang cocok untuk postingan kali ini. Menyikapi karena akhir akhir ini mendengar berita yang cukup membuat dalam hati berkata “Astaughfirruloh, mung ngono kok ngasi koyok ngunui” yang berarti dalam Bahasa Indonesia “Astaughfirruloh, cuma begitu kok bisa sampai begitunya”. Saya seringkali melihat beberapa tingkah laku anak muda sekarang ini, mereka mulai rentan akan sesuatu dan biasanya bersikap berlebihan atau dengan kata lain “Lebay”.

beritaSaya lihat stasiun televisi sekarang ini menyajikan tayangan tapi tidak memperhatikan di aspek amanat dan moral. Misalkan salah satu contoh Pemeran anak SMP tapi berisi tentang percintaan, masa masa penuh kega379770_541921445818651_38673655_nlauan, Putus cinta langsung bunuh diri, minggat dan sebagainya. Secara tidak langsung akan mengajarkan kepada anak anak yang menonton untuk melakukan hal yang sama di acara yang ditayangkan. Mungkin seharusnya bagi para orangtua yang sudah mempunyai anak kisaran SD sampai SMA/Sederajat untuk mengawasi anak agar tidak terlalu suka menonton acara berbau “Sinetron”.

Beberapa efek buruk yang bisa terjadi akibat keseringan nonton Sinetron :

1. KESERINGAN MENGGALAU

Keseringgan nonton Sinetron bisa menyebabkan pola tingkah laku sedikit kacau. Sugesti yang diberikan tayangan sinetron 50% juga merubah tingkah laku bagi yang menonton. Tayangan Sinetron yang sedikit dikit nangis, sedih, percintaan dan sebagainya. Walaupun sebenernya hanyalah “FIKTIF’ atau bisa dibilang “REKAAN” tapi sebagian besar penonton menganggap itu adalah kenyataan. Membuat anak muda semakin rentan dengan sesuatu.

2. BERHARAP KEJADIAN DI SINETRON MENJADI KENYATAAN

Adegan indah yang ditayangkan SINETRON memberikan stimulus kepada penonton dan membuat penonton selalu ingat akan adegan yang ada pada sinetron tersebut. Biasanya ikut terbawa pada khayalan penonton dan berharap agar kejadian pada sinetron terjadi pada dirinya.

3. MELAKUKAN HAL YANG SAMA PADA SINETRON

Nah, hal ini  adalah hal yang paling tidak saya sukai. Dalam Sinetron seringkali menayangkan adegan yang biasanya sulit diterima nalar dan menggunakan faktor keberuntungan. Ada juga yang menampilkan adegan pelarian agar bisa mendapatkan pasangan. Paling sedihnya juga adegan yang mempertontonkan tindakan Bunuh diri.

4. LEBAY

Melakukan tingkah laku yang bisa dibilang lebay seperti pada sinetron. Misalkan orang diputus pacar trus gak mau makan beberapa hari, cinta ditolak trus bunuh diri dan MAU APA LAGI? Yang sebenarnya hanya SEPELE terlalu dipusingkan, terlalu dianggap berat.

5. KONSENTRASI TERGANGGU

Akibat keseringan nonton sinetron bisa menyebabkan terganggunya konsentrasi karena selalu memikirkan adegan yang ada dalam sinetron. “besok lanjutnya bagaimana ya? besok jadi bunuh diri gak ya? besok orangnya mati gak ya? besok orangnya jadian gak ya?” dan lain lain.

Nah, saran saya kepada orang tua agar menfilter tayangan televisi yang ditonton anaknya, bimbing mereka agar mendapatkan tayangan yang baik. Misalkan tayangan hiburan (OVJ), wisata dan kenal tradisi nusantara (Bolang, Wisata Kuliner), dan masih banyak hal lain yang bagus untuk anak anak.

Teringat sebuah pepatah “MASA DEPAN BANGSA BERADA PADA KUALITAS ANAK MUDANYA” kalau anak mudanya dikit dikit galau, dikit dikit ngeluh, dikit dikit kabur, dikit dikit nyoba mau bunuh diri. MAU DIKEMANAKAN BANGSA INI???

Think Again

One thought on “Kurangi Nonton Sinetron

  1. Nola says:

    banyak orang mempunyai kegelisahan yang sama… setuju dengan kualitas sinetron yang buruk…
    tapi tetap aja sinetron yang gak jelas banyak yang diproduksi dan diputar tv.. 🙂

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.